Jumat, 29 Oktober 2010

Perjalanan Pasek Badak

Penelusuran sejarah Pasek Badak haruslah melalui pengkajian beberapa babad maupun prasasti dengan pembandingan angka tahun, tempat dan dicocokkan dengan pustaka-pustaka lain. Setelah mengkaji beberapa babad dan prasasti, seperti babad Pasek (karangan Jro Mangku Gde Ktut Soebandi), babad mengwi, babad Pangeran Bondan Pengasih, dan Prasasti Pasek Tohjiwa, maka didapatkan suatu benang merah, bahwa Pasek Badak merupakan nama lain dari Pasek Wanda, putra dari I Gusti Pasek Tohjiwa Dimadhya, cucu dari I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa, treh dari Mpu Ketek, treh Ida Bhatara Mpu Gnijaya.

Pasek Wanda adalah putra dari I Gusti Tohjiwa Dhimadya. Beliau melarikan diri ke Desa Tabu dan kemudian terus ke Besangtengah, dan seterusnya pindah ke daerah Badung pada suatu hutan, di sana beliau mempunyai seekor Badak sebagai tumpangannya. Setelah daerah itu berkembang dan diberi nama Desa Badak selanjutnya beliau ditetapkan sebagai pemimpin desa tersebut dengan julukan Pasek Badak yang wilayah kekuasaan-nya sampai di pantai selatan seperti, Uluwatu, Pecatu, Ungasan dan lain-lainya, daerah ini merupakan salah satu incaran dari Gusti Agung Putu dari Puri Kaleran. Pada suatu ketika Pasek Badak diundang ke Puri Kaleran, dan undangan ini dipenuhi oleh beliau. Setelah dijamu sebagai seorang tamu, pada akhir pembicaraan Gusti Agung Putu menantang Pasek Badak untuk perang tanding dengan taruhan daerah serta rakyat masing-masing. Dalam perang tanding tersebut tidak ada yang menang, karena keduanya sama-sama sakti. Oleh karena mungkin sudah menjadi kehendak hyang widhi, bahwa Gusti Putu Agung akan menjadi Raja, maka Pasek Badak dengan suka rela menyerahkan diri dengan syarat agar setelah beliau meninggal agar jenasahnya diupacari dan arwah sucinya akan disembah oleh paranti santana/keturunan Gusti Agung, dan syarat itu disetujui oleh Gusti Agung, bahkan paranti sentana dari widhi wedhana pineres yang banyaknya 40 orang, terdiri dari Brahmana, Ksatya, Wesya dan Sudra, semuanya akan menyembahnya. Sebagai tempat menyembah arwah suci Pasek Badak, maka dibangun Palinggih berbentuk Meru Tumpang Satu. Setelah persyaratannya disetujui, Pasek Badak memberitahukan bahwa dirinya tidak dapat dibunuh dengan Keris Pusaka Gusti Agung Putu, kebetulah Gusti Agung Putu baru membuat sebilah pedang, tetapi baru selesai digerinda yang hulunya (pegangannya) dibuat dari kayu dapdap, pedang itulah yang dipakai membunuh Pasek Badak dan Pedang tersebut diberi nama Ki Nagakeras. Sesudah Pasek Badak meninggal, keluarganya yang tidak mau tunduk Kepada Gusti Agung Putu pergi meninggalkan desa Badak menuju ke sebuah tempat bernama Jakatebe, lama kelamaan daerah tersebut menjadi sebuah desa yang disebut Desa Tangguntiti dan semua keturunan dari Pasek Wanda/Pasek Badak di sana disebut Pasek Tangguntiti. Sedangkan Badak tunggangan Pasek Badak mati dan dikuburkan di sebelah Selatan Desa Badak yang sekarang bernama Desa Buduk. Pasek Wanda / Pasek Badak menurunkan:


Mengenai keberadaan Keris Ki Naga Keras, setelah melalui beberapa tahun penelusuran dan berkah dari Ida Bhatara Kawitan berupa banyak jalan yang diberikan beliau, diketahui bahwa pada awalnya Ki Naga Keras distanakan di Puri Kaleran, mengwi, namun karena sebab-sebab niskala akhirnya dipindah ke tempat suci yaitu Pura Penataran Pucak Mangu, di jeroan, di gedong sebelah pojok kaja-kangin. Mengenai keberadaan pusaka kawitan ini, jika para semeton tangkil dapat ditanyakan kepada pemangku setempat.